Sabtu, 18 April 2009

akhwat cakep partner sejati ikhwan

AKHWAT CAKEP PARTNER SEJATI IKHWAN
Duh siapa seh yan g pengen nikah ama akhwat? pasti ikhwan gak normal tuh. Apalagi nikah ama akhwat yang jam terbangnya dah wah!, punya binaan lebih dari 2 kelompok, hafal 2 juz lebih. Atau hal yang buat ikhwan streess (karena kalah saingan).Eh, kemaren seh ada istilah ikhwan GANTENG. Skrang ada akhwat CAKEP. ada yang mau? yang penting ane dulu dah!
1. ConfidenceTentu saja c yang ana maksud di sini bukan chatting yang saya bicarakan diatas….tapi Confidence
Fenomena akhwat saat ini terjadi karena kurangnya rasa percaya diri, bahkan ada seorang ukhti yang menolak saat hendak di beri binaan, dengan alasan belum siap, lantas mau menunggu sampai kapan? Apa kita mau menjadi aktivis ketinggalan yang perlu lama menjadi dewasa di jalan ini? Atau aktivis yang tak pernah dewasa?Ya… memang banyak orang yang masuk ke jalan ini, namun terkadang ia hanya berdiri saja di tepi tanpa mau melanjutkan perjalanannya dan melihat saja orang orang yang berlalu lalang.
Sungguh fenomena yang tidak lucu saat seorang akhwat menolak binaannya.
2.Adroit,Tangkas
Akhwat tangkas yang bisa membaca situasi
Sungguh banyak akhwat yang kuper, tidak tahu perkembangan saudara saudara saudara seimannya di berbagai belahan dunia..bahkan menjadi orang yang tidak di perhitungkan dimasyarakat, ana sungguh simpati dengan seorang akhwat yang tidak hanya aktif di kampus, namun juga di pandang di masyarakat karena kepintarannya bergaul, tapi jangan sampai menjadi akhwat yang kelewat gaul sehingga kita melupakan norma norma dan aturan, sehingga tak ada lagi figur seorang akhwat saat kita berada di masyarakat
Ana jadi ingat penuturan beberapa teman, ada akhwat yang tidak nampak “ tarbiyah” nya saat berada diantara teman-teman nya. Tak ada maksud ghibah disini, karena sesungguhnya harapan teman-teman kita tersebut adalah jua harapan Allah pada diri kita. Sepakat?
3.Kindness
Pernah dengar akhwat ketus? Judes?
Sesungguhnya warna celupan Allah itu indah bila di bingkai dengan keislaman, lihat saja Umar yang tetap keras atau abu bakar yang lembut setelah keislamannya tetap dengan karakter mereka , dan sungguh indah Rosulullah menggambarkan kedua sifat mereka tersebut.seperti ungkapan Salim A.Fillah” alangkah sunyinya dunia jika semua seragam,biarkan semua melekat sesuai yang Allah lekatkan pada diri kita, maka akan tetap ada akhwat jago karate seperti Nusaibah binti Ka’ab yang menyertai Rosulullah kemanapun beliau bergerak di medan perang, akan tetapi ada yang berkepribadian kuat dan berani seperti Ummu Hani’ binti Abu Thalib, tetap ada yang suka bermanja dan ceria seperti Aisyah, ada yang tetap bisa membentak dan tertawa terbahak seperti Hafsah akan tetapi ada yang lembut dan kleibuan seperti Khadijah”
“Celupan warna Allah . dan siapakah yang lebih baik celuipan warnanya daripada Allah. Dan kepada Allah saja kami beribadah”(Al Baqarah 138)
Namun yang kita bicarakan adalah karakter, jauh berbeda dengan sifat, yang bisa kita rubah, jadi tidak ada lagi akhwat judes, suka ngerumpi, berkata kasar hingga menyakiti saudara dengan alasan itu semua karena dari “sononya”…..atau akhwat yang kelewat tomboy, memang ada beberapa akhwat yang terlihat “gagah” atau suka mengenakan sepatu kets, namun sangat berbeda bila kasusnya adalah menggagahkan diri karena ingin disebut tampan?(maksud lo?) ya itu, kadang kita suka disebut akhwat kesatria sehinga menggagah gagah kan diri, baik cara berjalan ataupun saat berbicara. Atau akhwat yang kelewat tangkas sehingga selalu membantah qiyadah dengan alasan ia berkarakter kritis.nah lo?
4. Exclaim
Menyerukan. Aslih nafsaka, wad’u ghairaka
Perbaiki diri sendiri lantas seru orang lain, kalau kita selalu menunggu perbaikan diri lantas baru menyatakan kesediaan untuk menyeru atau menjadi seorang murobbi, sampai kapan gituuuu?, ingat, kita bukan orang suci, namun orang orang yang insya Allah selalu memperbaiki diri, dan saat kita menyeru kepada orang lain yakinlah saat itu akan seiring juga dengan usaha kita untuk memperbaiki diri, dan jangan putus asa dengan ampunan Allah, teruslah bertaubat dan tingkatkan ibadah, jadikan orang orang di sekitar kita cermin, antum akan tahu kondisi ruhiyah antum dengan memperhatikan sikap saudari saudari antum. Maka saat antum merasa jauh dari saudari saudari, cek lagi kedekatan antum dengan Allah. Tips yang mudah bukan. Kita akan tahu posisi kita di sisi Allah dengan melihat posisi Allah di hati kita.ok ukhtyfillah?
5. Patient
Patient disini bukan sakit, tapi sabar. Saat kita merasa kaki ini tak kuat lagi berdiri disini, yakinlah itu bukan karena kita lemah, namun karena kita tidak menyerahkan semuanya pada si pemilik semua kemudahan, mengadu saja padanya bahkan seorang Rosullullah saja mengadu pada Nya saat ia merasa goyah, apalagi kita, mungkin ada saatny kita merasa saudara sadara kita tidak mengerti kondisi kita, atau kita merasa tak sanggup memikul sebuah amanah, jangan berbalik saudariku, jika kita keluar dari jalan ini, hidayah tuhan mana yang kita harapkan, jika saja Allah mencabut nikmat iman dan hidayah ini dari hati kita, tuhan mana yang sanggup mengembalikan?
Tiap kita pernah putus asa, tiap kita pernah lemah, namun tak berarti itu menyurutkan niat kita menuju cahaya Nya.ALLAHUAKBAR!!!!!
Sesungguhnya semua ini adalah jua sebuah cermin diri bagi ana. Keep spirit, keep fight saudariku.


IKHWAN GANTENG PARTNER SEJATI AKHWAT?
Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71)Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang notabene adalah partner da’wah dari akhwat. Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.
Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri?
Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!Ikhwan GANTENG
Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.1. (G) Gesit dalam da’wahDa’wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.2. (A) Atensi pada jundiPerhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?” Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.3. (N) No reason, demi menolongKerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk. “Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.4. (T) Tanggap dengan masalahPermasalahan da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana? Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung.Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi senewen.5. (E) EmpatiMerasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi akhwatnya.”6. (N) Nahkoda yang handalLaki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk “menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.7. (G) GentleBersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis.. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?” tanya para akhwat.. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar seorang akhwat dengan kecewa.Kesimpulannya..?Fenomena ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja da’wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da’wah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berda’wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS. An-Nisa':34).Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin. []
PS : Ayo kita budidayakan (memangnya ternak???) ikhwan GANTENG ini. Dan pada pembahasan selanjutnya, dapat dikupas tentang akhwat CANTIK. Nah, untuk ini, biarkan ikhwan yang menulis ^ _ ^ ni na ada sesuatu untuk antum............
by; lastri Mulyani (las_tri85@yahoo.co.id)

"kita adalah Da'i sebelum apapun"


Bercermin dari Para Militan di Sekeliling Kita-----------------------------------------------------------------Oleh : dr. Ahmad JamalludinAda banyak orang di sekeliling kita yang dalam hal militansi sangat pantas untuk kita jadikan tauladan. Kadang kita melewatkan kesempatan untuk belajar tentang militansi dari mereka. Mereka bisa jadi orang-orang yang dekat dengan kita, yang seringkali membuat kita merasa malu saat kita membandingkan amal kita dengan amal merekaMilitan Pertama yang Kita Kenal. Militan pertama yang saya kenal adalah seorang wanita yang saya panggil Ibu. Ibu saya bukanlah orang yang biasa memberikan nasihat-nasihat kehidupan dengan lemah lembut. Beliau orang yang terbiasa bekerja keras dan akrab dengan derita kehidupan, dan itulah nasihat-nasihat yang saya dapatkan dari ibu saya, bukan hanya kata-kata tapi sikap beliau menghadapi sulitnya hidup ini. Beliau mengajari saya bahwa kesulitan adalah bagian terbesar dalam kehidupan, sehingga kerja keras menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Mengajarkan bagaimana menghadapi kepedihan saat kenyataan mematikan harapan, dan mengajarkan bahwa menderita dan berkorban demi orang-orang yang kita cintai adalah suatu kehormatan. Pada tahun pertama di FKUI saya sempat mengeluh pada ibu, bagaimana letihnya menanggung beban akademis, tekanan Mabim, tiap hari harus bolak-balik Ciledug-Salemba, berangkat di pagi buta pulang di gelap malam, berdesakan di bus, terjebak macet, dan lain-lain. Dengan gaya Betawi-nya ibu saya memberikan jawaban yang kurang lebih seperti ini, "Banyak orang yang hidupnya lebih susah dari kita, tapi kaga cengeng kaya Elu. Elu kan laki-laki, bakal jadi kepala keluarga. Lu kudu siap kerja keras buat keluarga lu nanti". Setelah itu saya tidak mau lagi mengeluh pada ibu. Malu. Terlepas dari kekhasan dan gaya tiap ibu dalam menunjukkan kasih sayangnya, saya pikir kita harus melihat sisi lain dari kasih sayang ibu, yaitu kerelaan berkorban dan bekerja keras untuk kita yang dicintainya. Sayang betul kalau kita hanya mampu menikmati kasih sayangnya tanpa memaknai bahwa kasih sayang tidak selalu berarti kelembutan, tapi juga militansi untuk berjuang demi mereka yang kita cintai.Kaum Militan yang Tidak Saling Mengenal Tapi Saling MencintaiPernah Antum/Antunna berinteraksi dengan ikhwah kita di luar kampus, yang bukan dan belum pernah menjadi mahasiswa? Demonstrasi mahasiswa dengan rakyat adalah wujud interaksi antar ikhwah yang paling berkesan bagi saya. Saya melihat orang-orang yang tidak kita kenal, dan mereka pun tidak mengenal kita, tapi siap mempertaruhkan nyawanya demi kita, ikhwah mahasiswa. Mereka menjadikan diri mereka sebagai border untuk melindungi mahasiswa. Ada yang pekerjaannya karyawan kantor, ustadz, buruh pabrik, dan penjual topi. Ada ikhwan yang saya tahu pekerjaannya tukang bakso dan kernet bus Mayasari Bakti jurusan Ciledug-Pasar Baru. Ada yang datang dari Bekasi, Tangerang, Bogor untuk ikut aksi bersama kita. Beberapa kali bahkan ada yang datang dari Cirebon dan Bandung, dan mereka datang dengan biaya mereka sendiri. Mereka bolos kerja berhari-hari dengan ancaman di-PHK demi memenuhi seruan dakwah. Bandingkan dengan kita yang masih sangat enggan untuk bolos kuliah, walaupun seruannya sudah tahap qororot, yang kalau tidak dipenuhi harus di’iqob.Padahal kita tidak diancam DO, bahkan sekedar ancaman tinggal kelas pun tidak (tiap bagian kan ada jatah bolos). Paling kita hanya harus sedikit repot menjelaskan kepada dosen tentang ketidakhadiran kita. Saya tidak menganjurkan untuk rajin-rajin bolos kuliah, tapi kita harus pintar-pintar memilih agenda apa yang harus diutamakan pada suatu waktu. Sehingga kita dapat bolos kuliah di saat yang tepat. Kadang-kadang kita memboroskan waktu senggang kita dengan sia-sia; jatah bolos kuliah disia-siakan untuk cabut kuliah dengan alasan yang tidak penting, waktu luang bukannya untuk belajar malah untuk nonton TV dan baca komik. Padahal ada saat jatah bolos kuliah kita butuhkan untuk memenuhi seruan dakwah, dan ada pula saat seruan dakwah datang saat dekat-dekat waktu ujian, yang sebenarnya tidak akan bermasalah kalau kita sudah belajar jauh-jauh hari saat kita masih punya waktu luang. Orang-orang Militan yang Mengakui Kita sebagai Saudara Mereka Pernah Antum/Antunna melihat dan menilai bagaimana saudara-saudara kita dalam menjalankan amanah dakwahnya? Memang ada yang tidak bisa disebut militan, tapi banyak pula yang luar biasa militannya sampai-sampai kita merasa malu untuk bermalas-malasan. Ada yang dengan sadar dan tanpa keterpaksaan memilih untuk tinggal kelas, dengan pertimbangannya sendiri bahwa amanah dakwahnya lebih penting dari keinginannya untuk lulus tepat waktu. Ada pula para ikhwan yang pernah bermalam (bermalam, bukan tidur) di tengah hutan sampai ada yang kena serangan asma, karena melaksanakan tugas sebagai panitia mukhoyam. Atau saking letihnya berdemonstrasi sampai tertidur beralaskan aspal halaman gedung DPR/MPR. Bayangkan pula keletihan dan semangat sekelompok ikhwan, yang menjadi panitia dan tim nasyid pada walimah saudaranya. Malam sebelumnya berlatih nasyid sampai dini hari, paginya kebetulan jadi tim medis mengawal rombongan Katibah longmarch Pasar Minggu-Cibubur, siangnya memberikan pelatihan medis, sore menjadi tim nasyid dan panitia walimah, dan malamnya lagi jadi tim medis mengawal kepanduan longmarch Bogor-Jakarta sampai siang keesokan harinya. Dan sepanjang waktu itu tak terdengar keluhan sedikitpun. Yang terdengar yel-yel dan nasyid yang membangkitkan semangat (dan tawa canda yang menyegarkan). Dan saya, yang lemah dan kadang cengeng ini, merasa sangat beruntung ketika para ikhwan militan ini bersedia mengakui saya sebagai bagian dari mereka (saudara-saudaraku, uhibbukum fiLlah!). Ikhwah fiLlah, saudara-saudara kita adalah orang-orang yang pantas saya hormati karena kesungguhannya dalam berdakwah. Terlebih lagi saudara-saudara kita yang karena posisi strukturalnya dalam dakwah (mas’ul/mas’ulah, ketua, dan lain-lain) mendapat amanah lebih berat dari yang lain, mereka saya hormati dengan sepenuh hati. Saudara-saudara kita dalam jalan dakwah ini adalah orang-orang tempat kita bercermin. Saat kita merasa puas dengan kualitas diri kita sendiri, kita melihat saudara-saudara kita adalah orang-orang dengan kualitas yang, subhanaLlah, jauh lebih baik dari kebanyakan orang (diri saya ini termasuk kebanyakan orang). Dan kemudian kita merasa malu karena baru segini aja udah puas. Atau saat kita merasa bangga dengan amal-amal dakwah kita, kita melihat bagaimana kesungguhan dan dedikasi saudara-saudara kita, bagaimana mereka berkorban dan berinfaq tanpa perhitungan demi dakwah, dua puluh empat jam siap tempur dan siap panggil. Mereka tidur dengan handphone menyala di samping telinganya, siap dibangunkan kapan saja. Hingga rasa bangga (‘ujub) kita berubah menjadi malu, karena ada yang lebih pantas untuk bangga daripada kita. Dan tidak ada rasa kebanggaan dalam hati saya yang melebihi rasa bangga saat orang-orang militan ini mengakui saya sebagai saudara mereka. Tidak ada harapan yang lebih besar dalam diri saya selain harapan agar Allah ‘azza wa jalla tetap mempersatukan kita dalam dakwah ini, meneguhkan langkah kita, dan mempersatukan kita kembali di surga-Nya. Saya sadar betul bahwa begitu banyak kekurangan dan kesalahan dalam buah pikiran saya. Bahkan mungkin lebih banyak kesalahannya dari pada kebenarannya, hingga saya sangat berharap agar Antum/Antunna berkenan untuk menunjukkan kesalahan tulisan ini, menanggapinya untuk menambahkan atau mengurangi, untuk saling memberi manfaat kepada sesama saudara. []---sumber : http://www.hudzaifah.org/Article545.phtml